9 SYARAT IJAB QOBUL DINYATAKAN SAH

SYARAT SAH IJAB KABUL 

Aqad ijab qabul merupakan rukun yang paling menentukan dalam menjadikan sesuatu yang haram menjadi halal, dan tidak sah suatu pernikahan tanpa ijab qabul. Adapun aqad ijab diucapkan si wali nikah, sedangakan aqad qabul diucapkan calon suami.

Sebagaiman rukun-rukun yang lain aqad ijab qabul mempunyai syarat-syarat tertentu di mana jika tidak terpenuhi syarat-syarat itu maka tidak sah aqad nikahnya. Adapun syarat-syarat itu adalah sebagai berikut:


1. Aqad ijab qabul tersebut harus dengan kalimat ترویج / نکاح atau dengan terjemahannya yaitu kalimat kawin dan nikah saja, maka tidak sah dengan kalimat lainnya, walaupun memberi artian seperti kalimat tersebut. Dengan dasar hadits Rasullullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam:

اتَّقُوا اللَّهَ فِي النِّسَاءِ فَإِنَّكُمْ أَخَذْتُمُوهُنَّ بِأَمَانَةِ اللَّهِ وَاسْتَحْلَلْتُمْ فُرُوجَهُنَّ بِكَلِمَةِ اللهِ (رواه مسلم)

Bertaqwalah kalian kepada Allah Subhanahu Wata'ala dalam urusan perempuan karena kalian mengambil mereka dengan amanat Allah dan menjadi halal bagi kalian kemaluan mereka dengan kalimat Allah. (H.R Muslim)

Sedangkan kalimat yang ada dalam Al-Qur'an adalah dua kalimat tersebut begitu pula tidak sah jika calon suami hanya menjawab aku bersedia saja tanpa menyebutkan kalimat kawin atau nikah..

2. Antara ijab dan qabul tidak diselingi oleh kata-kata yang tidak ada hubungannya dengan tuntunan nikah, maslahat, dan sunnah-sunnah dalam aqad nikah. Dan jika diselingi dengan kata-kata yang tidak ada hubungannya dengan hal itu maka batal lah aqad nikah tersebut dan tidak sah walaupun hanya dengan satu kalimat karena seakan akan dengan kalimat tersebut dia berpaling dari aqad itu. Lain halnya jika selingan antara ijab dan qabul itu berhubungan dengan tuntutan maupun tuntunan nikah, misalnya dengan menyebutkan hak suami, seperti tidak keluar kecuali dengan izinnya atau berhubungan dengan mahar (maskawin) atau berhubungan dengan sunnah-sunnah melangsungkan aqad, misalnya setelah ijabnya si wali sebelum mengucapkan qabul didahului dengan hamdalah seperti di bawah ini :


الْحَمْدُ للهِ وَالصَّلَاةُ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ الأَوْصِيْكُمْ وَنَفْسِي بِتَقْوَى اللَّهِ قَبِلْتُ نِكَاحَهَا ... الخ

Maka tidak apa-apa karena hal itu sunnah diucapkan sebelum qabul, akan tetapi disyaratkan kata- kata yang menyelingi ijab dan qabul sedikit dan tidak panjang lebar. Didefinisikan waktu tersebut oleh Ibnu Hajar sekiranya jika kata-kata selingan itu diganti menjadi diam lalu mengucapkan qabul setelah itu masih dianggap jawaban atas ijab tersebut.

3. Antara ijab dan qabul tidak diselingi diam yang lama, yaitu waktu yang sekiranya menjawab setelah waktu itu sudah tidak dianggap lagi jawaban bagi aqad ijab, karena seakan dengan diamnya itu dia berpaling dari aqad nikah itu, lain halnya jika diamnya sebentar tidak sampai ke batas tersebut maka sah aqad nikahnya itu.

4. Antara ijab dan qabul harus sesuai dengan arti dan maksudnya, lain halnya jika tidak sesuai, misalnya si wali berkata, "Aku nikahkan kamu dengan Fatimah putriku", lalu si suami menjawab, "Aku bersedia menikahi Zainab", maka tidak sah karena tidak sama maksud aqad ijab dan qabulnya. Dan tidak apa jika berbeda dalam lafadnya saja tapi sama maksudnya, misalnya si wali mengatakan "Aku nikahkan kamu", si suami menjawab "Aku bersedia mengawininya", maka sah karena walaupun berbeda kalimat kawin dan nikah tapi maksudnya sama.

5. Aqad ijab qabul tersebut tidak digantungkan dengan sesuatu apapun, misalnya jika si wali diberitahu dengan kelahiran istrinya lalu dia berkata, "Aku nikahkan putriku Fatimah denganmu", jika anak yang dilahirkan laki-laki, maka tidak sah. Begitu pula jika sang suami menggantungkan qabulnya dengan sesuatu misalnya "Aku bersedia menikahinya asalkan kamu mempekerjakanku", maka tidak sah.

6. Aqad ijab qabulnya tidak menyebutkan batasan waktu baik tertentu atau tidak, yaitu yang disebut kawin mut'ah, maka tidak sah aqad ijab qabul jika disebutkan batasan waktu, misalnya "Aku kawinkan kamu dengan putriku Zainab selama sebulan", atau suami mengatakan, "Aku bersedia menikahnya sampai turun hujan."

7. Aqad ijab qabul tersebut harus dilafadkan sekiranya didengar oleh orang yang berada di dekatnya, maka tidak sah jika hanya berbisik bisik.

8. Dalam aqad ijab qabul tersebut tidak boleh menyebutkan syarat yang merusak tujuan nikah, dan jika salah satu dari suami atau wali dalam ijab qabulnya menyebutkan syarat seperti itu, maka dapat diperinci sebagai berikut:

Jika syarat tersebut sesuai dengan tuntutan nikah, misalnya dengan syarat memberi nafkah, atau tidak ada hubungannya dengan tujuan apapun, misalnya dengan syarat tidak memberi makan kecuali keju maka sah nikahnya dan juga maskawinnya dan syarat yang disebutkan tidak mempengaruhi keabsahan nikah dan syaratnya juga tidak wajib diikuti. Dan jika syarat tersebut bertolak belakang dengan tuntutan nikah akan tetapi tidak sampai merusak tujuan nikah (bersenang-senang dengan istri) misalnya dengan syarat tidak kawin lagi atau tidak memberi nafkah maka sah nikahnya akan tetapi mahar yang disebutkan dalam aqad nikah tidak sah, sehingga yang wajib dibayarkan adalah mahar mitsil (kebanyakan wanita yang sepertinya) sebagaimana syarat itu tidak berarti apapun tidak wajib dilaksanakan.

Sedangkan jika syarat tersebut berhubungan dengan tujuan nikah yang utama yaitu bersenang senang dengan istri maka tidak sah nikahnya, misalnya dengan syarat tidak mentalaqnya atau bersetubuh dengannya maka hukum nikahnya batal.

9. Si wali dengan suami harus tetap keadaannya yaitu dalam keadaan memenuhi syarat melangsungkan aqad nikah hingga selesai aqad ijab qabulnya dan jika salah satunya gila atau pingsan sebelum rampungnya aqad tersebut maka batallah aqad itu. Begitu pula batal hukum nikahnya jika sahnya aqad nikah tersebut tergantung dengan izin calon istri, yaitu jika calon istri seorang janda atau perawan dan walinya bukan ayah atau kakeknya, dia mencabut izinnya atau dirinya pingsan atau gila sebelum rampungnya aqad ijab qabul tersebut.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

APA PERTANYAAN MU ??

note :
- Silahkan bertanya dengan diawali kalimat "Tanya Penghulu"